Bangsa ini yang telah mengalami berbagai persoalan multidimensi dari sejak masa kemerdekaan hingga pasca reformasi belum terlihat adanya indikasi menuju kepada suatu bangsa yang ideal, republik yang dicita-citakan atau juga sebagai mana yang menjadi idiologi kita pancasila yaitu bangsa yang berdaulat dan negara berdemokrasi.
Dari semua persoalan yang kini merajalelah dan menghantui rakyat Indonesia pada umumnya, salah satu diantaranya adalah masalah pendidikan. Tapi perlu dipertimbangkan secara seksama bahwa untuk menuju suatu masyarakat social yang beradab, pendidikan adalah factor penunjang bagi personal dari parsial sebuah kelompok masyarakat atau suatu bangsa.
System pendidikan hari ini tidak menjanjikan untuk mencerdaskan anak bangsa, namun lebih condong menciptakan manusia-manusia mekanistik atau manusia yang siap pakai untuk kerja dengan menafikkan produk dalam bentuk yang organic dalam suatu bangsa, sehingga jangan heran bila sampai setengah abad merdeka dari kolonialime belanda, tetap saja masyarakat kita masih seperti diawal abad sembilan belas, namun konteksnya (pelaku)saja yang agak bedah. Kalau dizaman penjajahan kita dijajah oleh bangsa dari luar tetapi kini anak negeri yang menjajah bangsa sendiri. Penyakit anak bangsa sekarang ini yaitu sekolah hanya untuk mendapatkan mendapat ijasah formal, pekejaan dan hidup sejaterah bersama keluarga masing-masing, tapi apa yang terjadi setelah sekian tahun lamanya justru pendidikan formal yang sampai saat ini berlaku hanya memperbudak generasi dan pembodohan terjadi bagi mereka yang hidupnya penuh ketergantungan karna lebel formal (ijasah). Dan juga pendidikan formal terlalu mahal bagi sebagian rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan yang berjumlah puluhan juta orang.
Sementara dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ini sangat kontadiktif karena disatu sisi dalam konsep undang-undang secara tidak langsung ingin mencerdaskan rakyat Indonesia, namun disisi lain ternyata pendidikan hanya milik rakyat kelas menegah keatas. Sehingga pertanyaan pertama kemudian apakah di negara ini hanya mereka yang bermodal saja yang dapat mengecam dunia pendidikan. Jadi wajarlah jika sebagian masyarakat kita sangat mudah diiming-imigi oleh berbagai bentuk janji-janji belaka tanpa melihat dampak yang berakhir pada konflik internal, serta berapa juta anak jalanan yang senantiasa menanti rejeki dibawah lampu merah kota-kota besar tampa mengenal siang dan malam, panas maupun hujan hanya karna orang tua dengan penghasilan kecil ditambah dengan mahalnya dunia pendidikan bagi mereka.
Untuk itu kesenjangan social dikota maupun didaerah sangat jelas untuk disimak secara langsung dengan mata telanjang, tindakan kriminal yang dilakukan oleh mereka pun karna kebutuhan hidup yang menuntut, namun sebenarnya mereka sadar bahwa itu adalah perbuatan yang tidak terpuji, kemana lagi lagi mereka harus mencari untuk mendapatkan penghasilan yang layak sementara kejamnya waktu terus bergulir tampa melihat segelintir manusia yang kelaparan karna tidak ada lowongan kerja, lahan kosong menjadi milik pribadi pemodal dan kebutuhan pokok yang terus naik dan takkan pernah turun kembali untuk menyeimbangi fenomena kehidupan kaum ploletar. sehingga pertanyaan yang ke-dua adalah bagaimana bisa negara yang kaya raya akan sumber daya alamnya namun masyrakat miskin masih banyak terlihat hidup dalam penuh kemiskinan.
Sementara dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ini sangat kontadiktif karena disatu sisi dalam konsep undang-undang secara tidak langsung ingin mencerdaskan rakyat Indonesia, namun disisi lain ternyata pendidikan hanya milik rakyat kelas menegah keatas. Sehingga pertanyaan pertama kemudian apakah di negara ini hanya mereka yang bermodal saja yang dapat mengecam dunia pendidikan. Jadi wajarlah jika sebagian masyarakat kita sangat mudah diiming-imigi oleh berbagai bentuk janji-janji belaka tanpa melihat dampak yang berakhir pada konflik internal, serta berapa juta anak jalanan yang senantiasa menanti rejeki dibawah lampu merah kota-kota besar tampa mengenal siang dan malam, panas maupun hujan hanya karna orang tua dengan penghasilan kecil ditambah dengan mahalnya dunia pendidikan bagi mereka.
Untuk itu kesenjangan social dikota maupun didaerah sangat jelas untuk disimak secara langsung dengan mata telanjang, tindakan kriminal yang dilakukan oleh mereka pun karna kebutuhan hidup yang menuntut, namun sebenarnya mereka sadar bahwa itu adalah perbuatan yang tidak terpuji, kemana lagi lagi mereka harus mencari untuk mendapatkan penghasilan yang layak sementara kejamnya waktu terus bergulir tampa melihat segelintir manusia yang kelaparan karna tidak ada lowongan kerja, lahan kosong menjadi milik pribadi pemodal dan kebutuhan pokok yang terus naik dan takkan pernah turun kembali untuk menyeimbangi fenomena kehidupan kaum ploletar. sehingga pertanyaan yang ke-dua adalah bagaimana bisa negara yang kaya raya akan sumber daya alamnya namun masyrakat miskin masih banyak terlihat hidup dalam penuh kemiskinan.
Dalam masyrakat modern di kancah global bila Indonesia ingin disejajarkan dengan yang lainnya maka perlu banyak berbenah diri dari dalam, artinya janganlah terlalu menonjolkan sesuatu dengan yang pada dasarnya menjadi kebanggaan bangsa sendiri, tatepi cobalah korek apa yang masih kurang dan perlu pembenahan diantara masyarakat kita. Karena itu dapat membuat kita angkuh dalam berbangsa dan bernegara sehingga melupakan fenomena kelas bawah yang terus menjerit, menangis karna hak-hak mereka sebagai warga negara yang kaya raya tak terealisasikan dengan baik dan merata.
Melihat malasya yang dahulu ditahun tujuh puluan mengirim mahasiswanya ke Indonesia untuk belajar dengan ribuan jumlahnya. Kini mereka balik setelah mendapatkan apa yang dicari, lalu di abdikan buat bangsa dan negaranya sendiri. Sementara kita masih berputar-putar pada penegakak point-point reformasi yang sampai saat ini masih kabur, khususnya koruptor-koruptor yang masih bebas hukum dan konstri busi terbesar awal mula terjadinya krisis moneter menimpah bangsa kita lima tahun yang lalu sehingga negara bukan lagi untuk mengayomi rakyatnya, tetapi menjadi alat penindasan dan untuk menguntungkan segelintir manusia-manusia kapital.
Dengan melihat perkembangan bangsa lain yang begitu pesat menimbulkan pertanyaan yang ketiga dimanakah letak peran intelaktual kita yang katanya memahami kondisi sosial kultur negara sendiri dalam mengatasi polemik bangsa yang tak kunjung berujung sementara solusi dan ide cemerlang sebagai pahlawan untuk mengatasinya. Bagaimana produk lembaga pendidikan yang telah tiga kali mengalami revisi undang-undang system pendidikan nasional menyiapkan manusia-manusia organic saat ini.
Dengan melihat perkembangan bangsa lain yang begitu pesat menimbulkan pertanyaan yang ketiga dimanakah letak peran intelaktual kita yang katanya memahami kondisi sosial kultur negara sendiri dalam mengatasi polemik bangsa yang tak kunjung berujung sementara solusi dan ide cemerlang sebagai pahlawan untuk mengatasinya. Bagaimana produk lembaga pendidikan yang telah tiga kali mengalami revisi undang-undang system pendidikan nasional menyiapkan manusia-manusia organic saat ini.
Karna relevansi pendidikan formal saat ini untuk konteks Indonesia telah mengalami dekadensi dari yang sebenernya . maka pendidikan formal sekarang tidak pernah menjamin melahirkan manusia cerdas yang bermoral untuk berbangsa dan bernegara dimasa akan datang, karna masih perlu pembenahan, lebih khusus buat pendidik yang masih minim menguasai suatu spesifikasi ilmu. Selain dari itu factor proses belajar mengajar yang masih berlakukan anak didik sebagai objek, sementara interaksi yang ideal antara peserta didik dengan pendidiknya ketika ilmu yang dijadikan objek sehingga tercipta suasana dialogis. Dan yang paling krusial yaitu mahalnya pendidikan bagi masyarakat kita.
By : Anonim
By : Anonim
ane kira sistem pendidikan tidak salah tapi moral para pemilik kekuasaan lah yang ga bagus gan..
ReplyDeletemampir balik ya gan, ada info terbaru nih klik...Ternyata Khitan Pada Wanita Itu Tidak Ada Manfaatnya
@Free Sotware@
ReplyDeleteSalam.
Setiap orang punya perspektif berbeda dalam melihat sesuatu, apalagi tentang sistem dan yang menjalankan sistem tersebut, desain sebuah sistem sangat tergantung pada paradigma dalam melihat pendidikan itu serta tujuannya apa, menjadikan manusia yang sadar/kritis/manusia seutuhnya, atau hanya menjadikan sebagai robot cerdas yang mampu mengikuti intruksi untuk mengerjakan sesuatu secara terurut dan analitis, kita juga bisa melihat output dan prosesnya, sehingga kita bisa menilai paradigma dan perspektif yang bagaimanakah yang lebih relevan dengan fakta.
salam.