Seorang sastrawan pernah menulis yang kira-kira demikian: kita ini bagaikan hidup di dalam sebuah peti. Kita berjalan dalam peti. Kita tidur dalam peti.
Kita beranak-pinak dalam peti. Bahkan kita lalu membuat peti yang lebih kecil tempat kita meringkuk di dalamnya. Kita pun hidup dalam peti pada sebuah peti yang lebih besar. Kita hidup berputar-putar saja dalam peti seolah tak tahu harus berbuat bagaimana lagi, seolah tak mengerti harus menjadi apa. Sebenarnya ini bukan hanya sebuah cerita dalam puisi, namun kita bisa melihatnya sebagai sebuah sindiran akan hidup yang berjalan seolah tanpa arah, tanpa mengerti apa arti dan tujuannya.
Dalam skala yang lebih kecil, kita bisa melihat banyak orang (atau mungkin kita sendiri pernah mengalaminya) bekerja setiap hari, hilir mudik dari rumah ke tempat kerja tanpa tahu akan kemana semestinya kita melangkah, tanpa paham apa arti sesungguhnya yang bisa kita cerap dari kerja kita. Maka kerja pun hanya berjalan begitu-begitu saja. Tanpa banyak kesenangan yang bisa kita raih. Kalau toh ada, maka rasanya hanya sesaat belaka.
Dalam skala yang lebih kecil, kita bisa melihat banyak orang (atau mungkin kita sendiri pernah mengalaminya) bekerja setiap hari, hilir mudik dari rumah ke tempat kerja tanpa tahu akan kemana semestinya kita melangkah, tanpa paham apa arti sesungguhnya yang bisa kita cerap dari kerja kita. Maka kerja pun hanya berjalan begitu-begitu saja. Tanpa banyak kesenangan yang bisa kita raih. Kalau toh ada, maka rasanya hanya sesaat belaka.
Pertanyaan #1--Bagaimana anda memandang pekerjaan anda?
Apakah semuanya berjalan begitu-begitu saja? Atau anda menangkap ada makna dan tujuan di balik semua itu? Bila kita membaca kisah-kisah pemberani, kita temukan banyak orang yang meringkuk dalam penjara atau yang lebih buruk dari itu tetapi mereka tidak kehilangan kekuatan hidup mereka. Selama dalam penderitaan itu mereka masih bisa menghasilkan karya-karya besar. Bahkan kebesarannya menjadi teladan bagi orang lain. Mengapa mereka memiliki kekuatan hidup yang tinggi? Salah satunya adalah karena mereka memahami apa tujuan hidup mereka. Mereka yakin tanpa mengerti akan tujuan maka hidup hanya sebuah perjalanan yang nyaris sia-sia.
Pertanyaan #2--Apakah anda tahu apa tujuan hidup anda?
"Tulislah tujuan," demikian para ahli pengembangan diri menyarankan. Tujuan akan memberikan arah untuk dituju, jalan untuk ditempuh, serta keberanian untuk mengarunginya. Lalu banyak orang menulis tujuan-tujuan mereka. Ada yang menulis bahwa tujuan dari semua jerih payah mereka adalah memiliki rumah, kapal pesiar, ketenaran, dan banyak yang lain. Ada juga yang menulis tujuan mereka adalah untuk menjadi pemimpin perusahaan, ketua partai politik, dokter, dan lain-lain. Ya, seringkali kita menentukan tujuan adalah untuk "memiliki sesuatu", "menjadi sesuatu", atau "menghasilkan sesuatu". Namun, pertanyaannya adalah setelah tujuan itu tercapai lalu apa? Ada orang mengatakan, "Bila tujuanku tercapai aku akan bahagia sekali." Setelah merasakan bahagia lalu apa? Kemudian, bila tujuan itu tak tercapai apakah kita akan kehilangan kebahagiaan itu? Jika demikian, mengapa banyak orang yang seolah tak mencapai tujuan mereka, tetapi mereka tetap menunjukkan wajah berseri-seri tanda kebahagiaan terpancar dari dalam dirinya?
Pertanyaan #3--Apakah anda bisa membedakan antara pertandingan dan kemenangan? Tujuan dan pencapaian? Usaha dan hasil?
Mana yang lebih penting, pertandingan atau kemenangan? Banyak orang memilih kemenangan karena kemenangan membuat mereka senang. Tetapi, perhatikan anak-anak kecil bermain, mereka suka bermain tanpa peduli akan menang atau kalah. Banyak juga orang yang lebih suka pada pertandingan itu sendiri, tanpa banyak peduli pada hasil akhirnya, kalah atau menang.
Bagi mereka bermain telah memberikan kesenangan, sedangkan kemenangan adalah kembang gula yang akan diperoleh ketika mereka bermain dengan sebaik-baiknya (tentu lebih baik dari tim lawan.) Jangan terkecoh pada tujuan untuk menang sehingga melalaikan pertandingan itu sendiri. Dalam kenyataannya, banyak orang memiliki tujuan, lalu menjadi begitu terobsesi pada tujuan mereka. Misal, ada orang ingin menjadi seorang pemimpin partai, lalu melakukan segala sesuatu untuk mencapai cita-cita itu. Dan ketika tujuannya tak tercapai, ia mengalami kekalutan jiwa.
Pertanyaan #4--Apakah anda berpendapat bahwa "memiliki atau menjadi sesuatu" adalah tujuan anda?
Jawablah secara jujur apakah anda bisa memastikan tercapainya tujuan tersebut? Bagaimana sikap anda bila tujuan anda tak tercapai?. Sayangnya tak seorang pun bisa menjamin tercapainya tujuan kita. Bila toh tercapai, maka itu hanya sementara. Uang dan harta akan habis dibelanjakan.
Kendaraan atau rumah aus dipakai. Tak selamanya juga kita bisa menduduki jabatan tinggi. Orang bijak bilang bahwa hidup ini bagai berputarnya roda pedati, hari ini kita di atas, esok mungkin di bawah. Tak ada yang kekal. Maka, patutkah menentukan tujuan sejati kita pada hal-hal tersebut? Adakah tujuan-tujuan lain yang semestinya kita toreh agar kita bisa menemukan makna dari hidup ini? Sebenarnya harta, jabatan dan kehormatan adalah akibat dari sesuatu yang kita lakukan. Maka, "sesuatu" itulah yang semestinya menjadi pusat perhatian. "Sesuatu" itulah yang menjadi tujuan.
Pertanyaan #5--Apakah anda bersedia melakukan segala sesuatunya dengan upaya terbaik?
Maka tujuan terutama kita adalah memberikan yang terbaik dari diri kita pada dunia ini. Dengan mengenal diri sendiri kita bisa mengetahui apa yang terbaik dari diri kita. Dengan mencurahkan yang terbaik dari diri kita, kita akan menjadi diri kita sendiri. Dan, hanya dengan menjadi diri sendirilah kita akan temukan sebuah kebahagiaan yang semestinya. Semua yang tercapai (kekayaan, ketenaran, kehormatan, dan lain-lain) hanyalah konsekuensi dari bagaimana kita menjadi diri sendiri.
Bila kita sepakat bahwa tujuan memberikan tempat untuk dituju dan memulai, maka melakukan yang terbaik adalah tujuan sekaligus perjalanan itu sendiri. Karena tujuan tak dapat terpisahkan dari perjalanan. Tujuan ini tak membutuhkan waktu dan tempat untuk pencapaiannya. Tujuan ini dapat tercapai saat ini dan di sini. Tak perlu ada kekecewaan, tak perlu ada harapan yang obsesif. Sekali lagi, jangan terkecoh pada kemenangan sehingga melalaikan pertandingan. Tetapi, berbuatlah yang terbaik demi pertandingan, maka kemenangan tak perlu menjadi sebuah angan-angan, bahkan kekalahan pun tak perlu lagi melahirkan kekecewaan.
Bila kita sepakat bahwa tujuan memberikan tempat untuk dituju dan memulai, maka melakukan yang terbaik adalah tujuan sekaligus perjalanan itu sendiri. Karena tujuan tak dapat terpisahkan dari perjalanan. Tujuan ini tak membutuhkan waktu dan tempat untuk pencapaiannya. Tujuan ini dapat tercapai saat ini dan di sini. Tak perlu ada kekecewaan, tak perlu ada harapan yang obsesif. Sekali lagi, jangan terkecoh pada kemenangan sehingga melalaikan pertandingan. Tetapi, berbuatlah yang terbaik demi pertandingan, maka kemenangan tak perlu menjadi sebuah angan-angan, bahkan kekalahan pun tak perlu lagi melahirkan kekecewaan.
KEGIATAN ALTERNATIF
Kegiatan ini tidak terlalu berhubungan dengan tulisan di atas, tetapi mungkin bisa membantu mendapat pandangan baru mengenai apa itu "tujuan". Bayangkan anda melakukan sebuah perjalanan, atau anda bahkan bisa melakukannya sembari melakukan perjalanan sungguhan. Anda bisa melakukan sambil berjalan, berkendara, atau berimajinasi. Yang perlu diperhatikan adalah kesadaran anda akan perjalananan itu.
1--Anggap saja, atau lakukan dalam kenyataan, anda akan mengadakan perjalanan ke kantor. Posisi anda kini berada di rumah. Ambillah sebuah peta. Beri titik kecil untuk menandai kantor dan rumah anda. Lihat seluruh perjalanan yang harus anda tempuh. Bisakah anda menemukan jarak yang membentang antara rumah dan kantor anda? Bisakah anda membayangkan waktu yang harus digunakan untuk menempuh perjalanan itu?
2--Mulailah berjalan ke kantor anda. Tarik garis secara perlahan dari tempat anda mulai. Berhentilah sejenak. Perhatikan kini terbentang jarak antara rumah dan posisi anda yang baru. Sebelum anda memulai perjalanan lagi, buat titik besar yang melingkupi rumah dan posisi anda yang baru, dan anggap itu sebagai titik permulaan yang baru.
3--Ulangi kegiatan nomor dua terus hingga anda mencapai tujuan, yaitu kantor anda. Lihatlah kini titik tersebut sedemikian besar hingga menutupi seluruh jarak antara rumah dan kantor anda. Apakah kini anda mampu menangkap bahwa sebenarnya di saat anda memulai, di saat itu pula tujuan juga tercapai?
4--Lihatlah peta secara keseluruhan, temukan dimanakah sebenarnya tujuan anda. Apakah sebuah titik kecil yang terletak pada "kantor" anda, atau seluruh ruang yang tercipta antara titik rumah dan kantor anda? Mungkinkah anda mencapai kantor tanpa melalui jalan itu? Bukankah ini berarti, jalan adalah tujuan juga. Mungkinkah mencapai kantor tanpa memulai? Bukankah ini berarti tempat memulai adalah tujuan juga?
5--Tuliskan sebuah tujuan yang sekaligus merupakan perjalanan bagi anda. Sepertinya ada kerancuan, bahwa tujuan sama dengan perjalanan. Atau, seringkali yang kita anggap sebagai tujuan bukanlah tujuan itu sendiri, karena ia segera kita lalui. Namun demikian, anda harus mencoba untuk menentukan tujuan apa yang ingin anda raih, tanpa itu seluruh perjalanan anda akan sia-sia belaka. Dan, tujuan terbaik adalah yang mampu memberikan kebahagiaan pada diri anda. Jadi, menemukan kebahagiaan itulah sebenarnya tujuan dari semua pekerjaan kita. Karena kebahagiaan itu terletak dalam hati sanubari, maka perjalanan anda dimulai dari hati dan menuju ke hati.
Setiap orang bodoh bisa mengkritik, menyalahkan, dan mengeluh - dan
kebanyakan dari mereka melakukan hal itu. (Lawrence G. Lovasik)
Seringkali keberuntungan mengunjungi si bodoh, tetapi tak pernah duduk
bersamanya. (Pepatah Jerman)
Jangan berbantah-bantahan dengan si bodoh, orang-orang mungkin takkan tahu
bedanya. (Unknown)
By : Anonim
By : Anonim
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)