Hari guru ternyata jatuh pada tanggal
25, dua hari yang lalu, saya tahu hal tersebut dari sebuah postingan seorang
teman blogger yang sempat saya baca
kemarin. karena hari guru tidak di masukan sebagai hari libur nasional, makanya tanggal
25 November di anggap sebagai hari biasa saja bagi masyarakat awam dan tak
punya makna apapun., sehingga hari guru
hanya dianggap sebagai hari untuk para guru saja. sehingga yang memperingatinya
hanya guru-guru saja. Tapi saya pribadi terus teringat tentang kata yang di lekatkan
pada sosok guru, Pahlawan Tanpa Jasa, ya tanpa tanda jasa, saya ingat
selalu kata itu. walaupun tak semua guru cocok untuk pernyataan tersebut, karena hanya
guru-guru yang ikhlas dan penuh dedikasilah yang menurut saya cocok untuk
pernyataan tersebut.
Tak jarang kita menemukan seorang sosok yang berprofesi sebagai guru, yang justru apa yang dia lakukan justru tak mencermin sikap seorang pendidik. Sekian banyak guru yang ada, beberapa diantaranya justru menjadi sebuah mesin kekerasan bagi siswanya, sehingga menimbulkan trauma bagi siswa tersebut. tak bisa di pungkiri jenis guru seperti itu sebenarnya di lahirkan dari sebuah tata kelola kehidupan masyarakat yang salah yang cenderung apatis dan materialisme, yang di dorong oleh kehidupan yang sarat nilai-nilai individual (egoistik) serta pesimistik pada kehidupan. sehingga menjadi guru bukanlah panggilan jiwa, tetapi sebuah cara untuk memenuhi hasrat dan jiwa materialisme karena di anggap bahwa menjadi guru adalah cara yang efektif untuk bertahan dalam kehidupan yang keras.
Tak jarang kita menemukan seorang sosok yang berprofesi sebagai guru, yang justru apa yang dia lakukan justru tak mencermin sikap seorang pendidik. Sekian banyak guru yang ada, beberapa diantaranya justru menjadi sebuah mesin kekerasan bagi siswanya, sehingga menimbulkan trauma bagi siswa tersebut. tak bisa di pungkiri jenis guru seperti itu sebenarnya di lahirkan dari sebuah tata kelola kehidupan masyarakat yang salah yang cenderung apatis dan materialisme, yang di dorong oleh kehidupan yang sarat nilai-nilai individual (egoistik) serta pesimistik pada kehidupan. sehingga menjadi guru bukanlah panggilan jiwa, tetapi sebuah cara untuk memenuhi hasrat dan jiwa materialisme karena di anggap bahwa menjadi guru adalah cara yang efektif untuk bertahan dalam kehidupan yang keras.
Melihat
bahwa guru sebagai bgaian dari subsistem
pendidikan yang vital bagi pembangunan sumber daya manusia yang memadai, maka
tak pelak lagi bahwa system pendidikan memang harus melahirkan sebuah formula
untuk mendorong para guru untuk menghayati perannya sebagai seorang pendidik
yang mampu memotivasi siswanya untuk menggali pengetahuan dan wawasan untuk
memaksimalkan potensinya. Tentunya peran guru tak bisa di napikan bahwa semakin
rendah kualitas guru, maka siswa yang didiknya kemungkinan besar jauh dari
ideal, bahkan bisa lebih rendah dari kulaitas gurunya,
Mungkin
kita sering mendengar bahwa sekitar tahun 80 Malaysia pernah mengimpor guru
dari Indonesia untuk mengajar disana, dan banyak pelajar dari Malaysia yang belajar di Indonesia, karena Malaysia melihat bahwa Indonesia
sebagai Negara yang pendidikannya begitu maju pada saat itu. Tetapi apa yang
terjadi setelah lebih 20 tahun kemudian. Indonesia justru yang banyak
mengirimkan pelajarnya ke Malaysia untuk belajar, tentunya kita bertanya, ada apa
dengan kita, apakah masa 20 tahun lebih itu kita tidak melakukan apa-apa untuk
membangun pendidikan di Negara kita, kita kemana saja dan sedang berbuat apa
dalam kurun watu itu..??
Tentunya kita harus meng evaluasi diri, mengapa kita
kembali belajar pada Negara yang pernah kita ajar. Maka muncullah spekulasi yang
mendekati kebenaran, ketika melihat fakta yang ada, ada yang mengatakan bahwa
anggaran untuk pendidikan tidak sampai 20 % dari total APBN, ada yang
mengatakan bahwa kualitas guru kita tak
memadai untuk menciptakan SDM yang berkualitas, arah system pendidikan kita
yang salah arah, sebagaimana yang sering kita lihat pada penetapan kurikulum
dan kebijakan pendidikan, sebuah sindiran yang kritis tentang hal tersebut,
ganti menteri ganti kebijakan dan kurikulum, yang artinya kebijakan pendidikan
kita sangat kental nuansa politiknya
sehingga tidak ada kesinambungan program dan kebijakan, sehingga selalu di
mulai dari awal lagi, dan bukan berasaskan pada keputusan dan arah pendidikan
yang jelas.
Argumentasi
tentang kualitas guru yang berperan bagi penurunan kualitas pendidikan kita, adalah bentuk pencarian kambing hitam yang
tidak relevan. pada dasarnya memang tak
salah, tetapi tak sepenuhnya tepat, ia
adalah turunan langsung dari pengelolaan sistem pendidikan yang sangat politis,
dengan arah yang salah.
Semoga
guru-guru kita juga menyadari bahwa guru merupakan bagian integral bagi
pengembangan dan pembangunan SDM yang berkualitas. Dan pilihan untuk menjadi
guru lebih dari sekedar untuk mendapatkan penghargaan dan upah, tetapi
panggilan jiwa, nurani untuk melakukan pengabdian yang tulus untuk membangun
bangsa serta generasi yang akan datang.
#
Selamat Hari Guru, untuk guru-guruku tercinta #
Sumber gambar :
http://djuneardy.blogspot.com/2012/07/etika-terhadap-guru-kita.html
http://gorontalo-education.blogspot.com/2012/09/sikap-sikap-profesional-guru.html
Sumber gambar :
http://djuneardy.blogspot.com/2012/07/etika-terhadap-guru-kita.html
http://gorontalo-education.blogspot.com/2012/09/sikap-sikap-profesional-guru.html
nice post bang :)
ReplyDeletejadi kangen guru2 SD-SMA ku :')
salam kenal.
DeleteThank's very much atas atensi dan kunjungannya.
Ya, Guru adalah guru, akan tetap akan di kenang karena jasanya yang besar, bahkan lebih dari apa yang kita pikirkan tentangnya, tanpa harus memilah karena perangainya, yang sebagiannya mungkin tak bisa kita terima.
salam.