Mahasiswa memang bukan kelompok biasa dalam struktur
masyarakat kita, ia bagian yang tak terpisah dari golongan masyarakat lainnya,
dengan keistimewaan yang di milikinya sebagai golongan terdidik, sangat wajar
jika banyak harapan yang di sandarkan pada pundaknya. Ia juga golongan yang
dianggap netral dari berbagai kepentingan pragmatis yang mendominasi panggung
kekuasaan di negara kita.
Harapan-harapan itu telah menjadi mainstream keyakinan
dari setiap individu di masyarakat dalam kurun waktu yang cukup panjang, karena
berbagai aktivitas dan prilaku yang di tunjukan dalam perannya sebagai kaum
terdidik, baik sebelum kemerdekaan
ataupun setelahnya. Akan tetapi pergeseran pandangan di tengah masyarakat dewasa
ini telah berubah drastis, bahkan pandangan-pandangan miring terhadap mahasiswa
dan gerakannya, seakan memaksa kita membuka ruang untuk meninjau ulang pemahaman kita terhadap
kelompok intelektual muda kita tersebut.
Kemerdekaan Indonesia tak bisa di lepaskan dari para pemuda,
pada saat itu para pemuda yang sebagian besarnya masih berstatus sebagai
mahasiswa dan pelajar, turut ambil bagian dalam memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan Negara Indonesia,
sehingga memunculkan kelompok kesatuan, yang kemudian di kenal dengan tentara pelajar,
mereka membantu para tentara di medan perang, atau menjadi kurir informasi dan logistic.
Sungguh suatu kisah yang herois tentang keterlibatan pemuda dalam gerakan
kemerdekaan Indonesia.
Setelah reformasi, mahasiswa cenderung terbelah
dengan berbagai kepentingan yang mereka usung. Maraknya sikap/prilaku hedonisme,
pragmatisme dan konsumerisme, telah menjangkiti
kalangan mahasiswa, kecendrungan ini bisa di lihat
dari berbagai kegaiatan di lingkungan kampus, yang lebih banyak untuk sekedar bersenang-senang dan abai dengan
kehidupan di luarnya. Kegiatan intelektual yang bisa membangkitkan kesadaran
akan peran-peran sosial terasa sangat
kurang, baik berupa kajian, diskusi, seminar ilmiah ataupun bazar-bazar buku. Kehidupan
masyarakat yang memang sudah terasuki gaya hidup hedonistic, egoistic dan
konsumerisme, tak ayal lagi menimpa kehidupan para pemuda khususnya mahasiswa,
yang merupakan elemen pembentuk masyarakat itu sendiri. Sikap-sikap seperti ini
sangat merugikan, karena kelompok yang diharapkan menjadi katalisator sosial, berubah menjadi tempat bersemainya
kepentingan-kepentingan pragmatis, sekaligus menjadi ladang empuk merebaknya gaya hidup hedonistic, yang
cenderung pada kesenangan semata, yang pasti mengeliminasi peran-peran sosial yan semestinya
dijalankannya.
Hal yang patut di sayangkan, ketika kampus menjadi pertarungan
kepentingan-kepentingan golongan, entah kepentingan orang dalam atau
kepentingan orang luar, yang di bawa kekampus, sehingga kampus menjadi tempat berebut
pengaruh dan wibawa, sehingga sangat sering menimbulkan konflik horizontal
antara sesama mahasiswa, tak jarang mengakibatkan korban jiwa. Anehnya lagi
konflik antara mahasiswa cenderung mengusung isu-isu etnisitas. Betul-betul aneh kalangan terdidik
kita sekarang, sehingga ketersinggungan saya dulu, ketika seorang warga
mengatakan kepada temannya ketika melihat perkelahian/tawuran, Orang
itu seperti Mahasiwa saja. Sekarang
apa yang mereka katakan betul-betul fakta yang tidak bisa di bantah lagi. Kenyataan makin
menguatkan pernyataan kelakar masyarakat tersebut, walaupun harus diakui bahwa
maksud pernyataan tersebut bukanlah indikasi prilaku mahasiswa secara umum,
tapi begitulah cara berpikir sebagian
masayarakat kita, kejadian-kejadian individual sekan menjadi refresentasi secara keseluruhan. Maka dari itu, mari wahai pemuda yang menyatakan dirinya
sebagai kaum terdidik, untuk kembali keperan yang telah di amanahkan kepundak
kita, Agen of Change, Social of Control..!!
Sumber gambar :
Sumber gambar :
- http://afifizzatullah.wordpress.com/2012/02/21/pentingnya-diversifikasi-gerakan-mahasiswa
- http://smartgeneration.wordpress.com/2011/05/14/masa-depan-gerakan-mahasiswa
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)