Ku sudah
begini, mau diapa lagi, sudah nasibku lahir dalam kondisi begini, begitu kata
seorang teman, ketika kutanya mengapa ia
memperlakukanhidupnya seperti itu, saya kemudian berpikir, apakah itu
bentuk pernyataan keputusasaan, atau hanya sekedar pernyataan biasa yang
tak bermakna. ia bisa menjadi pernyataan
bermakna jika memang seperti itu yang dilakukan, dan tak berubah sejak ia mengucapkan pernyataan tersebut,
atau mungkin saja ia menunda sampai mneunggu waktu yang tepat untuk berubah.
Tak begitu
susah untuk mendapatkan orang yang seperti ini, ia begitu sering kita jumpai
dalam kehidupan, ada yang menganggap hidupnya sudah tak bermakna, hidupnya
sudah hancur, aku tak bisa apa-apa lagi kecuali pasrah. Memang begitukah
adanya, atau itu hanya masalah konsep diri yang salah ketika berhubungan dunia di luar dirinya.
Menarik
untuk memperhatikan teman sahabat atau orang terdekat kita yang mempunyai sikap
seperti bukan untuk menertawakan tapi untuk memahami kemudian membantu mereka kelaur
dari masalahnya dengan memberi solusi permanen yang tepat sehingga tak kembali
ke kondisi itu lagi. Mungkin kita juga pernah
masuk dalam jurang keputusasaan tersebut, yang dengan susah payah keluar dari jurang gelap itu. Bagaimanapun hal itu sangat di benci oleh agama kita,
karena tak ada lagi optimisme dan gairah dalam menjalani hidup,
seakan hidup ini tak berguna kecuali menyisakan kepedihan.
Lantas apa
yang harus kita lakukan jika kita menemui diri, sahabat atau orang dekat kita
mengalami problem seperti ini, kita tak mungkin menghukumi mereka dengan mengatakan
bahwa pa yang mereka lakukan adalah hal yang salah dan di cela dan
itu ciri-ciri orang yang akan masuk neraka kemudian akan dibakar di atas tungku dengan
api yang menyala-nyala. Saya kira kita mesti bijak, bahwa setiap orang kemungkinan pernah terjebak dalam hal keadaan
seperti itu, Cuma mungkin kita cepat menyadari dan mencari jalan kelaur dari problem
yang kita hadapi dan tidak mendiamkan diri kita terombag-ambing.
Yang harus sebenarnya di gugah adalah kesadaran diri mereka, bahwa hidup ini
terlalu indah untuk disiasiakan, hidup adalah karunia dimana kebaikan-kebaikan
bisa disemai utuk memperbaiki kualitas hidup. Karena Manusia punya pilihan-pilihan rasional yang bisa
di gunakan untuk menentukan langkah-langkah apa saja yang
mesti di lakukan, kita bisa memilih untuk menjadi apa
saja yang kita inginkan sekarang dan dan dimasa yang akan datang yang sejalan
dengan fitrah kita sebagai manusia. Karena manusia punya kemampuan untuk
memilih, maka pada saat itukah kita punya tanggung jawab atas apa yang kita
pilih.
Tanggung
jawab lahir karena adanya pilihan dalam setiap tindakan dan sikap, dengan
kemampuan tersebut, mestinya kita memperkaya pemahaman dan pengetahuan untuk
melebarkan dan memperluas jangkauan pilihan kita, karena semakin kerdil pemahaman dan pengetahuan, pilihan-pilihan kita semakin kurang. Dengan luasnya pengetahuan dan pahaan kita bebas untuk menentukan skala prioritas dan alternative
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan hidup yang kita jalani.
Selain
adanya pilihan, manusia dengan segala potensinya lahir dengan bawaan yang sama,
sehingga secara umum bisa melakukan tindakan bijak yang bisa di lakukan oleh
orang lain, karena Tuhan tak pernah mendiskriminasi hambanya, ada kebaikan tertinggi yang di janjikan pada hamba-hamba yang selalu bersyukur dan optimis dalam hidupnya, maka dari itu,
tak ada tempat untuk bergalau/resah dimasa sekarang, yang harus ada adalah semangat dan girah baru dalam menjalani kehidupan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)