Nelson
Mandela dan Aung San Su Kyi, Saya sangat terinspirasi dengan dua tokoh besar ini, yang menerima nobel perdamaian, sebuah penghargaan
bergengsi bagi pejuang demokrasi dan perdamaian dunia, pejuang hak asasi manusia, mereka dilihat oleh dunia sebagai orang yang konsisten memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan di Negaranya masing-masing.
Nelson
Mandela seorang pemimpin afrika yang
sangat terkenal, dan sampai sekarang tetap dipuja oleh rakyatnya sebagai
seorang tokoh pembebas dari rezim apartheid (diskriminasi rasial),
yang berlangsung berpuluh tahun dinegaranya, dia tetap mepertahankam idealisme membebaskan afrika selatan dari diskriminasi rasial, walau penjara menantinya, dan menjadi teman setianya selama lebih adri 20 tahun, sampai rezim apartheid tumbang dan dia menggantikannya melalui sebuah pemilihan langsung.
yang berlangsung berpuluh tahun dinegaranya, dia tetap mepertahankam idealisme membebaskan afrika selatan dari diskriminasi rasial, walau penjara menantinya, dan menjadi teman setianya selama lebih adri 20 tahun, sampai rezim apartheid tumbang dan dia menggantikannya melalui sebuah pemilihan langsung.
Tak jauh
berbeda dengan Aung San Su Kyi, dia di sebut tokoh
demokrasi di Nyanmar (Burma), yang oleh pemimpin-pemimpin barat disebut sebagai
icon demokrasi asia, karena kegigihannya memperjuangkan demokrasi, kebebasan sipil
dan HAM dinegaranya di bawah rezim diktator militer yang otoriter, yang mengendalikan negara dan
pemerintahan itu berpuluh tahun lamanya, dimana hak-hak
sipil dan kebebasan tidak begitu di pedulikan, dan sensor ketat terhadap informasi
yang dianggap membayakan rezim diktator. Aung San Su Kyi tampil sebagai tokoh yang
memperjuangkan hak-hal sipil, dengan resiko mendekam sebagai tahan rumah, yang tidak bisa bebas bepergian selama berpuluh tahun. Dunia barat memberikan perhatian pada tokoh ini, karena dianggap sebagai tokoh kharismatik
dan konsisten yang muncul dalam sebuah rezim yang otoriter dan berani mengambil resiko karena menetang rezim yang
berkuasa melalui partai yang di dirikannya, sehingga ia mendapat ganjaran dengan
menjadi penerima nobel perdamaian, walaupun dia tidak
bisa menerima langsung penghargaan tersebut karena ditahan oleh rezim yang berkuasa.
Perjaungannya memang tak sia-sia karena situasi Burma makin
membaik, dan rezim militer sudah merubah diri menjadi lebih demokratis, dengan mengadakan pemilihan langsung, untuk
memilih seorang presiden, yang sudah di pesiapkan oleh rezim tersebut, walaupun
sudah terlihat lebih demokratis, karena sudah ada partisipasi rakyat
dalam menentukan pemimpinya. Aung San Su Kyi
melihat perubahan tersebut sebagai era baru dalam iklim bernegara di nyanmar,
dimana kebebasan berpendapat, berkumpul dan
berserikat sudah dirasakan, walaupun belum sepenuhnya, dan makin terberinya hak-hal sipil, makin menunjukan bahwa
situasi Burma sudah lebih baik yang tahun yag lalu, dan dia pun sudah di
bebaskan oleh rezim yang telah berganti rupa,
Apa yang terjadi sebenarnya
Saya
sampai saat ini masih terus berpikir karena tak
mengerti, apa sebenarnya yang terjadi pada
orang-orang besar ini, saya jadi tidak begitu yakin dengan ketokohan mereka, mereka semua masih hidup dan menyaksikan berbagai
macam ketimpangan dan ketidakadilan yang banyak terjadi di dunia. Ada keinginan dari pemuja Mandela bahwa
namanya akan di peringati setiap tahun sebagai hari Mandela sedunia, pantastik
dan menarik, mungkin sebagian besar orang tidak akan kaget bila itu memang di tetapkan, karena
melihat sejarah Mandela begitu heroik memperjuangkan bangsanya untuk keluar dari diskriminasi rasial. Sekarang
mungkin saya makin ngawur, dan bertanya, apa sih yang membedakan dia dengan
pejuang-pejuang kemerdekan yang lain di tiap negara di berbagai
belahan dunia, bahkan sebagian dari mereka ada yang lebih heroik dari
apa yang di lakukan Mandela dan Aung San Su Kyi , lebih
gigih, pantang menyerah, rela masuk penjara, dan bahkan banyak yang terbunuh
karena perjuangannya.
Sebagai pejuang demokrasi dan HAM yang di ganjar nobel
perdamaian, mestinya menjadi lebih konsistensi
dan loyal pada nilai kemanusiaan universal, yang tak terjebak pada kepentingan
dan dominasi, sehingga bisa menunjukan bahwa ia benar-benar murni dan sejati
sebagai ikon demokrasi, sehingga tak ada
pihak-pihak yang melihat bahwa apa yang dilakukan hanya sekedar lelucon belaka,
dan perjuangannya hanya perjuangan sektarian saja dan tidak bernilai universal,
karena hanya mementingkan ras, suku atau agamanya.
Apa yang terjadi di burma sudah menjadi sebuah lakon yang
begitu dipahami Aung San Su Kyi, bahwa ada
penindasan dan diskriminasi yang sangat menjungkir balikkan nilai-niai
kemanusiaan dan bertentangan dengan perinsip HAM universal, dan orang-orang
pantas bertanya, mengapa seorang Aung San Su Kyi tidak
melakukan apapun untuk menghentikan pembantaian Etnis Rohingye dari kebuasan
etnis mayoritas disana, seolah-olah Aung San
Su Kyi hanya diam dan tak bergeming, mungkin hanya karena ia bukan dari etnisnya
juga tidak sekeyakinan (berbeda agama), apakah beginikah karakter pejuang HAM dalam
melihat ketidakadilan dan diskriminasi,
saya berkeyakinan bahwa sebagian besar orang mengatakan mereka Pejuang
HAM dan demokrasi selalu punya standar
ganda dalam perjuangannya.
Tentunya Alfred Nobel menghibahkan uangnya untuk kemanusiaan,
kedamaian, dan perkembangan pengetahan yang bermanfaat untuk kesejahteraan dan
kedamaian dunia, sehingga orang-orang terpilih adalah orang yang berkompeten,
ahli, dan punya penerapan praktis dari setiap ide dan gagasan dari apa yang dia
temukan, juga seorang yang melakukan tindakan heroik, berjuang tanpa lelah
untuk menegakkan nilai kemanusiaan, persamaan dan kebebasan yang universal,
khususnya pemenang nobel perdamaian seperti yang diterima oleh Aung San Su Kyi.
Mandela, setali tiga uang dengan Aung San Su Kyi, Mandela telah
berumur panjang sekitar 91 tahun. Hal yang sangat tidak saya mengerti adalah
keinginan pemuja Mandela untuk menjadikan satu hari dari 365 menjadi hari
Mandela sedunia, ya hari Mandela, yang mungkin sejajar dengan hari besar dunia
seperti May day (hari buruh sedunia), hari kesehatan sedunia, hari bumi sedunia
atau hari buku sedunia. Apa yang menarik
dari pejuangan Mandela, ia memang begitu menginspirasi bagi banyak orang termasuk
saya, untuk tetap berjaung menegakan idealisme, mungkin itu yang mendasari para pemuja Mandela untuk mengusulkan adanya
hari Mandela sedunia. Tapi bagi saya jangkauan perjuangan Mandela untuk
menegakkan nilai-nilai kemanusiaan tetap berkisar pada negaranya saja, yang
tidak banyak berbeda dengan pejuang kemerdekaan di indonesia yang terkenal
heroik itu atau dinegara lainnya di berbagai belahan dunia. Bagi saya Mandela
tak pernah betu-betull berperan aktif dalam perdamaian dunia, terbukti bahwa
kita tak pernah mendengar pernyataan kecaman-kecaman yang keluar dari mulut
seorang Mandela terhadap ketidakadilan yang terjadi, invasi militer amerika di
Irak, bencana kemanusiaan di darfour Sudan, atau kejadian pembantaiaan Etnis
Rohingye di Burma (Nyanmar).
Bagaimana pun tokoh sebesar Mandela dan Aung San Su Kyi, bisa menjadi katalisator bagi perdamaian dunia, karena
pengaruh mereka begitu kuat, apalagi mereka penerima penghargaan bergengsi di
bidang perdamaian. Tapi sayangnya orang-orang ini jauh dari apa yang
diharapkan, saya juga juga sangsi bahwa apa yang mereka terima sebagai penerima
Nobel tak lebih hanya karena kedekatan ralasional dengan beberapa tokoh dan
pemimpin-pemimpin negara besar/maju. Sehingga jalan untuk mendapatkan
penghargaan itu begitu besar, walaupun saya yakin sepenuhnya bahwa bmereka berjaung
di negara masing-masing bukan untuk mendapatkan nobel, sekali lagi mereka tak
berbeda dengan pejuang-pejuang kemerdekaan yang tersebar di seluruh dunia.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)