Buku ini sepertinya menarik,
begitu kataku, ketika pertama kali melihat buku terpajang di dalam toko buku seorang teman, dengan sampul yang bergambar seorang pesakitan
yang sedang di eksekusi, dengan meletakan badannya di atas paku panjang yang di
tancapkan dari bawah papan, kemudian di tindis dengan yang papan serupa dari
atas oleh seorang algojo. Saya hanya bisa menerka-nerka tentang makna dari gambar
sampul buku tersebut, ketika dihubungkan dengan judulnya, bagi saya, itu cukup
pantastis dan provokatif, itu yang tergambar di kepalaku sewaktu melihatnya pertama kali.
Kemudian aku benar-benar membelinya, walalupun dengan resiko kekurangan dana jatah
makan, maklum sebagai mahasisiwa kere, itu bisa menguras dana talangan dari
donator, mau diapa lagi, sudah penarasaran
duluan, jadi tak apalah aku membelinya daripada penasaran yang terus menghantui,
karena keingintahuan yang cukup besar pada
saat .
Kekerasan dan ilusi tentang
identitas adalah judul buku terjemahan dari buku berbahasa inggris, dengan
judul asli Identity and violence : The illusion of Destiny karya Amartya
Sen, seorang ekonom dari Trinity
College Cambridge Inggris, seorang ekonom dengan wawasan yang sangat luas, dari
filsafat, ekonomi dan politik yang
memang menjadi spesialisasinya, Ia juga seorang pemenang nobel di bidang
ekonomi pada tahun 1998. Buku ini sendiri merupakan buku yang sudah bisa dikatakan
sebagai buku lawas, karena buku ini,
terbit tahun 2007, dan di beri kata pengantar oleh Rektor universitas Indonesia
(UI). Dalam bukunya tersebut dia memaparkan beberapa hal penting terkait dengan
identitas, dari sudut pandang filsafat, politik dan ekonomi, kemudian
akibat-akibat yang ditimbulkan dari salah pengertian tentang identitas, dan hubungannya kondisi dunia sekarang.
Apa menariknya mereview
buku ini..?? mungkin ada yang bertanya seperti itu..!? identitas, ya identitas,
kata yang sering kita dengar dan mungkin sudah berulang kali kita baca, dan
kemungkinan juga kita sudah memahami
pengertiannya. Tapi tak apalah. Kalaupun
anda sudah paham , saya akan tetap melanjutkan, karena yang dibahas dalam buku
ini, bukan hanya pengertianya, tetapi bagaimana kita mengunakan pemahaman kita
tentang identitas, berpengaruh langsung pada cara kita berhubungan dengan orang
atau kelompok yang ada di sekitar kita.
Identitas sangat terkait
dengan cara kita mengekpresikan dan memandang dunia, ia bagian yang tak bisa di
pisahkan kehidupan dari seorang manusia,
kelompok atau sebuah komunitas, identitas bisa juga dikatakan ciri pembeda yang
esensial dari yang lain , yang dengannya
kita bisa memahami dan bertindak yang
sejalan dengan pahaman kita tentangnya.
Dalam buku ini, Amartya Sen
mencoba membongkar dengan analisa kritis atas berbagai mainstream teori sosial
yang berbicara tentang masalah identitas, yang menurutnya salah kaprah, karena
menggunakan cara pandang reduksionisme, dengan mengasumsikan objek yang di
telaah sebagai sesuatu yang kaku, terpisah dan begitu adanya, seakan-akan itu
sudah di takdirkan, tanpa suatu alternative yang bisa di pilih atau cenderung
menyederhanakan. setidaknya ada tiga point kritik Sen terhadap pemahaman identitas
yang sudah menjadi mainntream dalam dunia sosial tersebut.
kritik pertama Sen, menyangkut pendirian teori benturan peradaban Samuel Huntington, yang
berasumsi tentang adanya konfrontasi agama (hlm.16). Pandangan teori ini
dibangun dengan mengasumsikan keterpisahan yang dominan dan kukuh. Pandangan ini
di lihat oleh Sen sebagai bentuk reduksionis, karena mengabaikan dua hal, pertama, tingkat keberagaman internal
dalam kategori-kategori peradaban itu
sendiri. Kedua, jangkauan serta
pengaruh interaksi baik secara
intelektual maupun materil yang melintasi batas regional dari apa yang di sebut sebagai peradaban.
Kritik kedua Sen, yang menyangkut reduksionisme
tentang afiliasi identitas tunggal. Ilusi
tentang identitas tunggal sebenarnya jauh lebih memecah belah ketimbang
beragamnya jenis-jenis klasifikasi yang mencirikan dunia tempat kita tinggal
ini. Kelemahan mencolok kategori tunggal yang tanpa pilihan ini, sungguh
berdampak pada melemahnya daya dan
jangkauan nalar social-politik kita. Ia menilai bahwa nilai kemanuasiaan kita
di tantang secara kasar manakala keberagaman di antara kita di pampatkan
kedalam suatu sistem kategorisasi tunggal yang semena-mena.
Kritik ketiga Sen, mengenai reduksionisme
teori pilihan rasional (rational choice teory)
terutama yang di kembangkan oleh disiplin ilmu ekonomi. Sen menilai
bahwa asumsi tentanng individu yang hanya memburu kepentingan dirinya telah
terbukti di anggap sebagai sesuatu yang alamiah oleh banyak ekonom modern
(hlm.29). pendirian teori tersebut di anggap telah masuk kedalam perangkap pengabaian identitas
melalui sebutan-sebutan “agen rasional”dan “mahluk ekonomi” (hlm.29).
Kritik Sen diatas, mungkin
menemukan konteksnya di dunia dimana kita ada sekarang, ada beragam konflik dan
perseteruan yang menyedihkan yang berbasis identitas, dimana hubungan positif antara satu dengan yang lain
sangat sulit menemukan bentuk
terbaiknya. karena peneguhan identitas masing-masing, yang seperti kata Sen,
selalu melihat diri dengan
identitas tunggal,
yang dianggapnya sebagai suatu ilusi.
Apa yang di kritik Sen
tentang pemahaman identitas yang dianggapnya keliru itu, memang patut di
apresiasi, bahwa dia ingin menjernihkan pahaman kita, karena dia menganggap
bahwa dengan pandangan reduksionisme yang terapkan pada masalah identitas, akan
cenderung untuk memecah belah dan menjauhkan satu sama antara setiap agama,
kelompok, atau individu untuk bisa mnjalin hubungan baik, karena dengan adanya
pahaman seperti itu, yang sekarang sudah menjadi maenstream, maka
hubungan harmonis sangat sulit untuk diciptakan, karena sudah tertanamnya
prasangka, yang semakin hari makin kuat.
Mungkin tidak ada salahnya,
jika saya mengatakan bahwa buku ini, layak jadi bacaan kita, untuk melengkapi
pahaman kita yang lain, pada subyek yang
sama, yang mungkin berbeda dengan apa yang ada dalam buku in.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)