Dalam segala urusan hidup, sungguh sehat apabila sesekali kita menaruh tanda tanya besar terhadap perkara-perkara yang sudah diterima sebagai kewajaran sampai tak pernah dipertanyakan lagi.
Bertrand Russell
Dalam upaya memompa semangat saya menulis makalah ini, saya ingin menyandarkan diri saya di "bahu" sang filosof Bertrand Russell. Saya memperoleh kata-kata sakti Russell itu dari buku yang juga hebat karya Wandi S. Brata, Bo Wero: Tips mBeling untuk Menyiasati Hidup (Gramedia, 2003). Kata-kata sakti Russell itu kayaknya pas apabila saya gunakan untuk menyoroti syarat-syarat penulisan karya ilmiah dan, setelah memahami syarat-syarat itu, apakah kita lantas termotivasi dan dapat menulis sebuah karya tulis ilmiah?
Sebelum masuk ke inti pembahasan, saya ingin merumuskan lebih dahulu apa yang saya maksud dengan tulisan yang--sebagaimana judul besar makalah saya ini--"enak dan perlu dibaca". Setelah saya menunjukkan kepada para pembaca mengenai maksud saya tersebut, saya baru akan menyajikan pendapat-pendapat saya berkaitan dengan karya tulis ilmiah, terutama dalam memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Saya berharap materi yang saya siapkan dan tulis ini dapat memberikan "mata baru" dalam memandang karya tulis ilmiah dan dalam mencoba membuat sebuah karya tulis ilmiah dengan cara-cara yang tidak sebagaimana lazimnya.
Nah, apa yang saya maksud dengan tulisan yang "enak dibaca"? Ini sebenarnya merupakan slogan majalah Tempo, tetapi akan saya maknai sendiri. Yang saya maksud dengan "tulisan yang enak dibaca" adalah tulisan yang ditata sedemikian rupa oleh seorang penulis sehingga tulisan tersebut, apabila dibaca seseorang, dapat menjelma bagaikan obrolan. Lho obrolan itu 'kan tidak dapat dikategorikan sebagai komunikasi ilmiah? Dalam karyanya yang sangat inspiratif, K.U.A.S.A.I Lebih Cepat: Buku Pintar Accelerated Learning (Kaifa, 2003), Colin Rose mengatakan, "Tulisan bagus biasanya bernada seperti mengobrol. Tentu saja, untuk beberapa topik, gaya yang lebih formal pasti lebih sesuai---tetapi jangan salah menganggap bahwa bersikap serius itu sama dengan bersikap membosankan."
Lalu, apa yang saya maksud dengan tulisan yang "perlu dibaca"? Ini juga merupakan slogan majalah Tempo. "Tulisan yang perlu dibaca" adalah tulisan yang membuat siapa saja yang membaca tulisan itu lantas terbangkitkan selera membacanya. Apabila selera membacanya terbangkitkan, tentulah dia akan bergairah membaca dan akan membaca tulisan tersebut dengan perasaan senang tiada tara . Dan, biasanya, ukuran "perlu" ini saya sandarkan pada tiga hal: (1) memenuhi kaidah penalaran (reasoning), (2) penulis melakukan pemilihan kata (diksi) yang baik dan akurat, serta (3) mengandung koherensi dan komposisi yang baik dalam setiap kelompok gagasan yang dirumuskan.
Apa Saja Syarat-syarat Penulisan Karya Ilmiah?
Dalam menuliskan bagian ini, saya menggunakan dua buku. Sebenarnya ada banyak buku yang membicarakan bagaimana membuat karya tulis ilmiah. Namun, agar kebingungan saya tidak terlalu bertumpuk-tumpuk dan tugas saya membaca dapat sedikit dikurangi, maka saya memutuskan menggunakan dua buku saja. Tentu saja, saya tidak langsung memutuskan hanya menggunakan dua buku yang telah saya pilih. Saya memutuskan menggunakan dua buku yang saya pilih lantaran saya sudah membaca juga yang lain dan saya merasakan bahwa dua buku yang saya pilih ini dapat mewakili buku-buku lainnya.
Dua buku yang saya gunakan, pertama, adalah hasil suntingan Harun Joko Prayitno, M. Thoyibi, dan Adyana Sunanda. Buku hasil suntingan ketiga orang tersebut berjudul, Pembudayaan Penulisan Karya Ilmiah, terbitan Muhammadiyah University Press. Saya menggunakan edisi cetakan ketiga, yang diterbitkan pada Mei 2001. Melihat edisi cetakannya, buku ini cukup diminati konsumen. Terbukti, setelah cetakan pertama pada Maret 2000, buku ini dicetak kedua kalinya pada Oktober 2000. Dari pengantar edisi cetakan ketiga, dapat kita baca pula bahwa buku ini mendapat respons yang bagus. Selain itu, di edisi cetakan ketiga ini beberapa materi disempurnakan dan ditambah.
Buku ini disusun dan dikembangkan berdasarkan hasil "Pelatihan Penulisan artikel Ilmiah Perguruan Tinggi" yang diselenggarakan di Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta. Terdiri atas enam bagian, buku ini telah menunjukkan secara hampir lengkap tentang apa yang harus disiapkan oleh seorang penulis apabila ingin menulis karya ilmiah. Bagian Pertama membahas "kebijakan dan pengembangan jurnal ilmiah di perguruan tinggi". Bagian Kedua membahas "anatomi karya ilmiah", yang di dalamnya terdapat Bab "Pengertian dan Kriteria Karya Ilmiah", Bab "Anatomi Artikel Ilmiah", Bab "Sistematika Artikel Ilmiah Hasil Penelitian untuk Publikasi", dan Bab "Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penulis".
Bagian Ketiga membahas "pengorganisasian gagasan karya ilmiah"; bagian keempat membahas "bahasa dan teknik penulisan ilmiah" (di sini dibahas masalah penggunaan bahasa, teknik pengutipan, dan penyuntingan); dan Bagian Kelima membahas "resensi buku". Sementara itu, bagian terakhir, Keenam, berisi lampiran-lampiran. Ada tiga macam lampiran, yaitu (1) majalah berkala yang disempurnakan, (2) kode etik ilmuwan Indonesia , dan (3) kriteria artikel ilmiah hasil penelitian. Saya tertarik untuk membaca lebih dulu bab lampiran ini lantaran di dalamnya disebut-sebut tentang karya ilmiah yang dapat digunakan untuk keperluan promosi staf di kalangan perguruan tinggi. Di sini ditunjukkan secara gamblang tentang instrumen evaluasi sebuah karya ilmiah yang dapat digolongkan sebagai "yang terakreditasi". Instrumen evaluasi ini dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 1995.
Buku kedua yang saya gunakan berjudul Menulis Karya Ilmiah: Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi (PT Gramedia Pustaka Utama, 2001) yang ditulis oleh Etty Indriati, Ph.D. Apabila buku pertama ketebalannya mencapai hampir 300 halaman, buku kedua ini tipis, hanya 120 halaman. Saya memilih buku karya Dr. Etty ini lantaran dia menulis berdasarkan pengalamannya saat menyusun disertasi di University of Chicago . Lalu, yang membuat saya tertarik--selain ringkasnya buku karyanya ini--Dr. Etty pernah ikut belajar di Sekolah "Ilmu Menulis Karya Ilmiah" yang ada di Universitas Chicago yang bernama The Little Red Schoolhouse of Chicago. Apakah sekolah yang disebutkan ini beneran atau tidak, namun, sekali lagi, menarik perhatian saya.
Satu lagi yang menarik perhatian saya adalah apa yang ditulisnya di bagian akhir pengantarnya. Dr. Etty menulis, "Scott Anderson di University of Chicago sering menanyakan 'what do you mean?' pada waktu membaca tulisan penulis, yang memaksa penulis mencermati kembali tulisan yang tidak jelas pemaparan makna." Mengapa saya tertarik? Perhatikan pertanyaan dari Anderson , "What do you mean?" Saya kira, Anderson benar bahwa inti menulis itu sebenarnya adalah menunjukkan "makna". Atau, tulisan kita akan menjadi sangat efektif apabila ada maknanya dan bisa dimaknai.
Oleh sebab itulah saya memahami sekali ketika Dr. Etty mengatakan pula pentingnya berkomunikasi secara jelas dalam menulis karya ilmiah. "Menulis karya ilmiah," tulis Dr. Etty, "pada dasarnya adalah cara ilmuwan berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi yang baik bisa membuat yang diajak berkomunikasi mengertai apa yang dimaksudkan oleh komunikator. Sama halnya penulis yang baik harus bisa membuat pembaca mengerti apa yang dimaksudkan penulis tanpa arti ganda. Dengan demikian, penulis harus lebih dahulu memahami apa makna yang akan disampaikan kepada pembaca sebelum menuangkan gagasannya ke atas kertas. Dengan kata lain, menulis adalah kegiatan berpikir selain berkomunikasi."
Terdiri atas empat bab dan dua macam lampiran, buku ini sudah mampu memberikan gambaran tentang apa sih tujuan seseorang menulis karya ilmiah dan bagaimana meraih tujuan itu secara benar. Pada Bab Keempat, penulis dengan bagus menambahkan satu bahasan materi yang penting, yaitu ihwal menyiapkan presentasi. Ada dua macam presentasi yang dibahas penulis, yaitu prersentasi lisan dan presentasi poster. Dan di bab lampiran, ditunjukkan macam-macam tulisan ilmiah yang terdiri atas sebelas macam disertai penjelasannya. Lalu, yang menarik, ada satu lampiran yang bisa difungsikan sebagai "check list", yaitu "Daftar Pemeriksaan Bagian-bagian Tulisan". Dalam menyiapkan sebuah tulisan, apalagi sebuah buku, daftar periksa itu sangat penting agar seorang penulis dapat meneliti kembali apa-apa yang ditulisnya.
What Is To Be Done?
Ya, apa yang dapat dilakukan oleh seorang terpelajar setelah memahami syarat-syarat penulisan karya tulis ilmiah sebagaimana disebutkan dalam buku-buku yang membahas soal itu? Apakah sang terpelajar itu lantas secara cepat dapat terbangkitkan gairahnya untuk menulis karya ilmiah? Atau, sang terpelajar itu seperti saya, yaitu tertunduk lesu dan merenungkan betapa banyak syarat-syarat yang diperlukan agar sebuah tulisan dapat disebut sebagai tulisan ilmiah? Apa yang sebaiknya saya lakukan setelah memahami syarat-syarat itu?
Setelah membaca buku-buku berkaitan dengan cara, syarat, dan kriteria sebuah karya ilmiah, tiba-tiba di kepala saya banyak berjejalan pertanyaan yang harus saya keluarkan. Mengapa sedikit sekali buku-buku ilmiah yang menarik perhatian yang beredar di pasaran di Indonesia ? Mengapa sebagian besar textbook kita masih menggunakan buku-buku yang ditulis oleh para sarjana dari Barat? Mengapa dosen-dosen kita tidak mencoba menyiapkan buku ajarnya sendiri yang menarik dan dapat dikonsumsi oleh para muridnya dari tahun ke tahun? Apakah menulis karya ilmiah itu sulit? Apakah menulis buku ilmiah itu tidak laku di pasaran?
Apa sebenarnya yang terjadi dengan budaya menulis-ilmiah di kalangan para terpelajar kita. Saya duga, setiap tahun ada ratusan skripsi, tesis, disertasi yang dimunculkan oleh perguruan-perguruan tinggi kita. Saya kira juga, ada banyak makalah, laporan ilmiah, artikel-artikel berbobot, yang terus mengalir dari kaum terpelajar kita. Namun, mengapa gairah menerbitkan buku ilmiah yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas kayaknya tidak muncul? Apa yang menyebabkan karya-karya ilmiah yang tersimpan di universitas kita lantas bisa dicap tidak layak dibukukan? Apakah ini benar? Apakah keilmiahan bertentangan dengan komersialitas? Apakah keilmiahan tidak sewajarnya disebarkan di tengah masyarakat? Atau, saya salah mempertanyakan hal ini? Atau, ada hal-hal lain yang lebih mendasar yang layak kita bahas lebih dahulu sebelum melontarkan pertanyaan seperti ini?
Bagaimana mengubah keadaan yang melanda dunia kampus kita yang sepertinya terasingkan dari kemeriahan penerbitan buku-buku orisinal dan yang memuat hal-hal baru sebagaimana ditunjukkan secara sangat lantang oleh Amazon.com ataupun oleh majalah mingguan Publishers Weekly? Mungkin puluhan, atau bahkan ratusan buku, baik itu ilmiah maupun nonilmiah, terus memenuhi planet kita ini apabila, secara rutin, kita mau berkunjung ke situs-situs penjual buku di Internet. Tak hanya berhenti di situ. Planet kita juga dipenuhi oleh gagasan-gagasan baru dalam menampilkan buku. Buku, pada saat ini, tidak hanya berisi teks melulu (meskipun teks tetap penting), namun juga sudah dipermak sedemikian rupa sehingga di dalamnya tersaji gagasan-gagasan hebat yang ditampilkan lewat paduan bahasa kata dan bahasa rupa. Apakah hal-hal seperti ini juga menyentuh dunia kampus kita?
Saya sebenarnya masih ingin bertanya. Namun, saya harus berhenti di sini. Semoga tulisan saya ini bermanfaat dalam menyoroti karya tulis ilmiah dari sudut pandang yang, semoga, berbeda.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)