Apakah Anda memiliki kebiasaan menulis buku harian? Jika ya,
teruskanlah! Menulis, khususnya hal-hal yang menakutkan atau membuat trauma,
ternyata berdampak positif terhadap kesehatan fisik dan mental. Hal ini
dikemukakan oleh James Pennebaker Ph.D., seorang profesor psikologi dari
Universitas Texas.
Pengalaman John Mulligan
Sebagai seoran veteran perang Vietnam, Mulligan kenyang dengan
pengalaman pahit. Enam tahun lalu ia seperti orang yang hilang akal, hanya
berkeliaran tanpa tujuan di San Fransisco. Bahkan teman-temannya sesama veteran
Vietnam melampiaskan dendam secara serabutan. Hewan ditembaki hanya sebagai
kesenangan.
Untungnya Mulligan tertarik mengikuti pelatihan menulis bagi
veteran yang dipimpin oleh penulis terkenal: Maxine Hong Kingston. Di awal
pelatihan Mulligan menulis pengalamannya yang mengerikan selama perang.
Selanjutnya ia semakin yakin bahwa pengungkapan rasa takut dan cemas melalui
kata-kata dapat menjernihkan pikiran dan meningkatkan semangatnya. Mulligan
meninggalkan pelatihan dengan rasa senang, tanpa ketakutan yang senantiasa
menghantuinya. Kini ia adalah seorang novelis yang bersemangat.
Dampak Menulis terhadap Kesehatan Fisik
James Pennebaker, Ph. D., telah melakukan belasan penelitian yang melibatkan
berbagai kalangan: pelajar, ibu rumah tangga, mahasiswa bahkan narapidana.
Umumnya mereka merasa lebih bahagia dan sehat setelah menuliskan kenangan pahit
yang menyebatkan trauma mendalam.
Menulis tidak saja berdampak pada kondisi emosional. Dari
penelitian Pennebaker di tahun 1988 yang berjudul Journal of Consulting and
Clinical Psychology ditemukan bahwa sel T-lymphocite, yakni sel yang
mengindikasikan bekerjanya sistem kekebalan tubuh, meningkat jumlahnya enam
minggu setelah para mahasiswa melampiaskan stresnya melalui tulisan. Penelitian
lainnya juga membuktikan banyak pasien semakin jarang berkunjung ke dokter dan
skor tes psikologinya meningkat setelah mengikuti terapi menulis.
Bahkan Joshua Smyth, Asisten Profesor dari North Dakota State University,
memberikan pernyataan yang lebih spesifik: menulis pengalaman buruk atau stres
menghilangkan gejala asma dan rematik (rheumatoid arthritis). Ia melakukan
penelitian terhadap 70 orang penderita asma dan rematik. Ke-70 pasien ini
dibagi dalam dua kelompok. Yang pertama diharuskan menulis pengalaman pahit
atau menyedihkan selama 20 menit dalam tiga hari berturut-turut. Kelompok
lainnya (37 orang) menuliskan rencana kegiatan sehari-hari.
Setelah empat bulan ditemukan fakta menarik. Empat puluh tujuh
persen pasien yang menulis pengalaman buruk mengalami perkembangan yang
signifikan. Pasien rematik berkurang rasa sakitnya dan kapasitas paru-paru
pasien asma meningkat. Sementara hanya 24% pasien dari kelompok kedua mengalami
kemajuan. Hasil penelitian ini dipublikasikan 14 April 1999 dalam Journal of
Consulting and Clinical Psychology.
Meskipun demikian para ilmuan belum dapat memastikan dampak menulis terhadap kondisi kesehatan. Jawabannya, menurut Pennebaker, mungkin terletak pada hubungan yang masih misterius antara stres dan penyakit. Tapi dari berbagai penelitian dapat dibuktikan bahwa stres berkepanjangan dapat melemahkan sistem kekebalan, memberi peluang timbulnya penyakit jantung dan memperlemah arthritis, asma dan berbagai penyakit lainnya.
Meskipun demikian para ilmuan belum dapat memastikan dampak menulis terhadap kondisi kesehatan. Jawabannya, menurut Pennebaker, mungkin terletak pada hubungan yang masih misterius antara stres dan penyakit. Tapi dari berbagai penelitian dapat dibuktikan bahwa stres berkepanjangan dapat melemahkan sistem kekebalan, memberi peluang timbulnya penyakit jantung dan memperlemah arthritis, asma dan berbagai penyakit lainnya.
Terapi menulis mungkin saja memberikan pengaruh serupa terhadap
penderita penyakit lainnya. Pennebaker dan koleganya kini sedang menerapkan
menulis sebagai terapi bagi pasien infertil dan rencananya juga akan diterapkan
pada penderita kanker payudara. Mereka juga masih ingin melakukan penelitian
serupa terhadap para veteran dan korban pelecehan seksual.
Menulis pengalaman pahit sebagai terapi memang tidak harus
memperhatikan kaidah bahasa. Tapi tetap saja tidak mudah. Bagi pelaku, hal itu
bagaikan mengorek luka lama. Mulligan sendiri harus berkali-kali
menenangkan diri sebelum akhirnya mampu menyelesaikan tulisannya. Tapi penulis
novel Shopping Cart Soldier ini berpendapat bahwa inilah kesempatan
untuk menghadapi 'setan' yang menghantui hidupnya. Dan 'setan' atau musuh ini
tampaknya lebih jinak di atas kertas ketimbang dalam pikiran.
By : Anonim
No comments:
Post a Comment
Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)