Makassar adalah kota kedua yang saya tinggali di daerah ini, setelah kota pare-pare, yang punya kesan tersendiri dan mendalam pada diri saya, kedua kota tersebut merupakan tempat dimana saya menuntut ilmu dan baik karena kotanya begitupun juga dengan keramahan sebagian besar warganya saya temui dan yang sempat berinteraksi dengan saya. kota Makassar adalah salah satu kota besar dan merupakan pintu gerbang indonesia timur dimana pertumbuhan penduduk dan ekonominya sangat cepat di di banding kota-kota yang ada di bagian timur Indonesia, laju pertumbuhan penduduknya kian bertambah tinggi dan padat yang memungkin roda ekonomi makin bergulir dengan cepat, di Makassar pula banyak kita temui semua fasilitas kota modern, dari Mall, Bioskop, Kampus, Supermarket dan demikian pula tempat hiburan malam (night club), yang seakan tak lepas dari semua kota besar, sudah kebutuhan kali ya.
Makassar dalam beberapa penulis di surat kabar lokal agak populer dengan istilah menuju kota dunia, saya tak tau persis apa arti dari istilah tersebut, tapi saya hanya mencoba menerka-nerka istilah tersebut, mungkin istilah menuju kota dunia yang lagi populer tersebut adalah gambaran kota modern yang serba lengkap dengan fasilitas dan insprastrukturnya yang serba modern, dengan prilaku masyarakatnya yang tertib dan beradab, serta pemerintahnya yang mengayomi rakyat, itu juga mungkin istilah lokal, untuk menggantikan istilah kota Madani yang memang sudah terkenal duluan. Jika istilah dan pengertian itu memang benar atau mendekati maka, harus kita lihat penggunaan menuju, jadi memang istilah itu adalah sebuah penggambaran tentang Makassar yang sedang bermetamorfosis menjadi bentuk yang agak berbeda dengan yang sekarang ini kita lihat.
Kita juga sering melihat bahwa hampir semua kota-kota modern di dunia selalu mempunyai gambaran yang positif, yang mewarnai aktivitas warganya, bisa kita lihat kota seperti Tokyo, Paris atau kota lain didunia, memang tidak terlalu relevan apabila kita membandingkan kota tersebut dengan kota Makassar yang baru tumbuh dan mengembangkan berbagai bidang kehidupan, tetapi kita bisa melihat bagaimana kehidupan kota-kota tersebut, dan tentunya melihat aktivitas warganya sehari-hari, ada keteraturan, ketertiban dan kesadaran yang tertanam pada warga kotanya, bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari seluruh warga kota, sehingga kewajiban setiap individu untuk menjaga dan menjadikan kotanya sebagai tempat yag aman, damai dan tidak menakutkan bagi siapa saja yang ingin datang ke kota tersebut, sehingga orang yang datang dan menetap tersebut, merasa ada di kota sendiri, merasa betah dan bahkan ingin menetap selamannya, mungkin itulah arti yang sesungguhnya tentang pengertian kota dunia atau warisan dunia.
Dalam memberikan penilaian yang adil dan seimbang terhadap kejadian atau apa yang terjadi terhadap beberapa kota di indonesia, termasuk Makassar yang sampai ketelinga dan pengelihatan kita. mungkin layak mempertimbangkan beberapa hal, sebelum memutuskan penilaian kita.
Pertama, Hampir semua kota yang sedang berkembang, terutama di indonesia selalu menghadapi persoalan serupa, pengangguran, perkelahian, tawuran, korupsi, atau penyakit sosial yang lain, menjadi menu utama yang bagi suatu kota dimana tingkat kesadaran warga kota masih kurang, Cuma persoalannya hanya pada waktu/timing saja, ada yang duluan dan ada yang belakangan.
Kedua, sebuah kota yang sedang berbenah, tidak semua hal yang diterapkan dalam menanggulangi penyakit sosial yang ada bisa berjalan dengan baik, dan sesuai dengan rencana, jadi kita bisa melihat bahwa selalu ada perbaikan dan pembenahan terhadap kinerja pemerintah dalam memberi pengarahan untuk membentuk kesadaran warganya untuk hidup damai, rukun dan sehat, sehingga kita bisa yakin bahwa pada titik tertentu akan sampai pada tujuan yang di inginkan, jadi dengan itu kita bisa menilai bahwa memang ada usaha serius untuk menanggulangi persoalan-persoalan sosial yang muncul, mungkin paling riil adalah pembentukan Perda lokal yang sesuai dengan aspirasi warga di bidang hukum, atau gerakan cinta membaca dan pemberian biasiswa dalam bidang pendidikan, pembentukan dialog lintas agama dan pembinaan umat dibidang keagamaan, atau pembentukan tim audit untuk menguadit harta para pejabat dalam memerangi para koruptor, dan saya kira itu langkah positif yang kita harus pertimbangkan, karena semua itu adalah langkah-langkah yang untuk mengurangi gejolak sosial yang ada, walaupun secara tidak langsung. Walaupun sebagian orang tidak menganggapnya tidak efektif dan efesien, tetapi itu suatu usaha yang positif dan harus kita dukung dengan penilaian positif dan butuh waktu yang panjang memang untuk membangun kesadaran kolektif untuk menerapkan nilai-nilai universal.
Ketiga, sebagian besar informasi,kesan, pengetahuan yang sampai kekita, adalah kontruksi media, baik itu elektronik ataupun cetak, dan kita tahu bersama bahwa setiap media, seperti televisi dan surat kabar punya kepentingan dan agenda tertentu yang ingin dicapainya, ketika menyampaikan liputannya, dan disini kita tak harus berpikiran bahwa itu semua yang ada di media itu salah dan benar semua, karena tak mungkin juga bisa terjadi seperti itu, tapi kita juga harus sadari bahwa sesuatu yang nyata-nyata salah dan tidak sesuai fakta, bisa kita anggap benar , karena blow up oleh media yang beruntun dan tanpa jeda, sehingga kita membenarkan tanpa kita sadari atau menyalahkannya. Kekuatan itu memang sulit dibendung jika tak ada kesadaran dari pihak media untuk membuat liputan dan tayangan yang sewajarnya dan berimbang, dan tanpa di iringi oleh sikap analitis dan kritis sang penerima pesan.
Keempat, setiap daerah punya kearifan lokal tertentu yang tetap di pegang dan di yakini oleh warganya yang membentuk kesadaran kolektif warganya, walaupun sebagaiannya sudah tergerus oleh nilai modernitas, seperti sikap dan kecendrungan komsumtif dan cuek/abai, tetapi nilai lokal tetap dominan dalam kehidupan warga kota. Seperti halnya masyarakat kota Makassar, sebagian besar adalah penganut Islam yang taat dan konsisten, dan di tambah dengan kearifan lokal yang sangat kental, yang sarat nilai kemanusiaan dan persaudaraan, Siri na Pacce dalah rangkuman sebuah kearifan lokal yang sampai sekarang masih merupakan pegangan sebagian besar masyarakat Makassar, beserta nilai dan norma agama yang di yakininya,
Dalam pengertian harfiahnya, siri’ adalah sama dengan rasa malu. Dan, kata siri’ ini akan berarti harkat (value), martabat (dignity), kehormatan (honour), dan harga diri (high respect) apabila dilihat dari makna kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan pengertian harfiahnya dengan pengertian kulturalnya. Bagi orang Bugis-Makassar, pengertian kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari apabila dia menyebut perkataan siri’ karena siri’ adalah dirinya sendiri. Siri’ ialah soal malu yang erat hubungannya dengan harkat, martabat, kehormatan, dan harga diri sebagai seorang manusia.
Pacce’ dalam pengertian harfiahnya berarti “ pedih “, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce’ adalah perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang dpaat merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup) orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce’ diarahkan keluar dari dirinya, sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya. Siri’ dan pacce’ inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari sebagai “ motor “ penggerak dalam memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan sistem sosialnya. Melalui latar belakang pokok hidup siri’ na pacce’ inilah yang menjadi pola-pola tingkah lakunya dalam berpikir, merasa, bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Antara siri’ dan pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.
Kelima, sebagian besar kota-kota di indonesia, selalu di huni oleh bermacam-macam suku, agama dan dan ras, saya tak pernah mendapatkan informasi yang menyebutkan ada kota yang bersifat homogen (tunggal) , selalunya heterogen (beragam), demikian pula dengan Makassar, kota Makassar adalah kota yang yang homogen (beragam) yang di huni oleh hampir semua suku yang ada di Indonesia, sebuah masyarakat yag complex dan hubungan yang ada dalam masyarakat kemungkinan besar terjadi ketidak sepahamanan/ketidakharmonisan dalam melakukan interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari, karena latar dan budaya yang berbeda.
Keenam, Hal yang paling pas dan tepat dalam memberikan penilaian yang benar dan adil kita tentang terhadap suatu kota, suku atau agama adalah dengan berinteraksi langsung dengannya, tentu saja dengan pengalaman tersebut kita betul-betul dapat membuat suatu justifikasi yang mendekati fakta obyektifnya. Misalnya tentang kota makassar, dengan datang dan melihat langsung kota Makassar kemudian berinteraksi langsung warganya, kita akan dapat memberikan gambaran yang utuh tentang prilaku dan sikap orang-orang makassar, yang jauh dari apa yang kita persepsikan selama ini, dan tentu saja dengan datang tanpa prasangka, atau kalau dalam istilah hukum biasa disebut dengan praduga tak bersalah.
Apapun yang ditulis dan ingin disampaikan, tidak selalu sesuai dengan harapan dan keinginan sang penulis, setiap orang punyak hak untuk menilai dan menentukan apa yang ingin di ambil dan dimaknai dari sebuah tulisan/postingan, karena bagaimanapun, kita semua punya keterbatasan dalam menyampaikan sebuah ide dan pesan, dan itu sangat tergantung pada pengetahuan, wawasan dan pengalaman masing-masing , demikian pula dengan diriku. Di maklumi itu lebih baik.
makasar dan pantai losarinya,
ReplyDeletehm.... entah kenapa setiap saya mendengar nama makasar dan losari, hati ini berdesir, lumayan pedih, apa lagi dulu.... gegegegegegege,
kamu tau kenapa? karena makasar dan losari, adalah salah satu alasan aku mutusin pacar aku dulu....
:D
@muhammad ridwan@
ReplyDeleteSalam kenal.
Setiap daerah punya tempat2 yang paling berkesan ketika di datang, kesan itu bisa karena tempatnya yang indah, atau kesan yang kita ciptakan sendiri bersama dengan orang-orang tersayang kita, tapi sayangnya itu tidak terjadi denganmu bro...semua kenangan mengandung hikmah..
setujuuuuuuu ^___^
ReplyDeletetapi rewa memang~ hahahahaha :p
kapan-kapan mampirlah di Madiun gan.. :D
ReplyDeleteSaya setuju bahwa setiap daerah punya kearifan lokal yang bisa menjadi acuan dasar orang berpendapat. Ini juga penting untuk memilah dan memilih cara beradaftasi. karena ada hal yang kurang sopan disuatu daerah tapi justru amat sangat sopan di daerah lain.. Nice info and happy blogging Sob.
ReplyDelete@Tips Kesehatan@
ReplyDeleteSalam
Insya Allah, teman..klw ada kesempatan dan rezeki, jalan keliling pulau jawa..dan singgah di madiun..untuk melihat keramahan dan keakraban masyarakat disana..Amin..
Salam.
Salam.
ReplyDeleteNurmayanti Zain @ : Thanks,s ya, bagi saya rewa berarti berani dan tidak identik dengan suka berbuat onar dan kekerasan, tapi teguh dan kukuh dalam pendirian dan sikap..
Iskaruji dot com @ : Thank,s bang, bagi saya itu memang harus di gali dan dipertahankan, karena kearifan lokal sarat dengan nilai-nilai universal, tetapi jangan dipertentangkan dengan nilai yang dibawa oleh agama, karena masing2 punya porsi dan tempat yang berbeda, dengan tujuan yang sama, membangun kesadaran diri, demi harmonisasi sekitar kita..
Salam.
wah nice post...... sukses ki daeng.....
ReplyDelete@orang maros bisa tonji@
ReplyDeleteSalam.
Thank,s atas kunjungannya, sama2...!!!
salam.