April 09, 2013

Siapa yang menjajah Wanita Part 2 ?

Potret dan Nasib Buram Perempuan Pada Masa Penjajahan
Masalah yang pasti timbul dari kolonialisasi di mana pun adalah persoalan perempuan. Pegawai Kompeni yang datang ke Indonesia semuanya adalah laki-laki dan dalam jumlah yang sangat banyak. Pada awalnya perempuan pribumi dianggapnya sedemikian kotor dan tidak memiliki kesopanan dan peradaban sehingga tidak layak untuk dijadikan istri dan ibu dari anak-anak para pembesar Belanda.

Jan Pieterszoon Coen, yang merupakan pendiri Batavia berusaha mengatasi hal ini dengan mencoba meminta kiriman anak gadis yang berumur antara 10-12 tahun dari rumah-rumah yatim piatu di Verenigde Provincien. Dengan demikian di Batavia, yang pada masa itu merupakan pusat dari segala kegiatan Kompeni di Asia, akan terdapat banyak keluarga yang terhormat yaitu perkawinan pegawai Kompeni dengan gadis-gadis yang mewarisi sifat-sifat baik keluarga Belanda .


Dalam surat permohonannya Coen menulis "Perempuan adalah prasyarat dalam berdagang. Jika perempuan tersedia di pasar-pasar perdagangan, Hindia akan menjadi milik Anda" demikian dinyatakan Coen kepada Heren XVII.

Namun demikian, proyek pengadaan perempuan Belanda ini ternyata gagal. Gadis-gadis tak ternoda seperti yang diharapkannya tidak pernah dikirim. Kapal Wapen van Horn yang berlabuh di Batavia hanya membawa perempuan lusuh yang menurut Coen seolah-olah bukan asuhan manusia melainkan berasal dari hutan rimba, tak jauh dari kondisi para perempuan pribumi. Oleh karena itu hanya dalam satu dasawarsa upaya mendatangkan permpuan Belanda dilakukan.

Nasib Tragis Perempuan Pribumi
Dampak dari kegagalan proyek mendatangkan perempuan Belanda terhormat ini mengakibatkan masalah tersendiri bagi perempuan Indonesia. Banyak perempuan pribmi dijadikan pasangan hidup namun tak dijadikan istri.


Seorang laki-laki Belanda yang telah kawin dengan seorang perempuan pribumi tak bisa pulang kembali ke negeri Belanda dengan membawa anak istrinya. Peraturan tidak mengijinkan istri dan anak-anaknya dibawa serta. Maka tidak mengherankan bila banyak pegawai Kompeni yang lebih suka hidup dengan Nyai-nyai . Kapan saja ia memutuskan pulang kembal ke tanah air ia bisa membebaskan diri dari ikatan dengan gundik-gundiknya, dan di tanah airnya sendiri memilih istri yang diimpi-impikan serta diharapkan untuk menjadi teman hidupnya..

Pelacuran pun merajalela, sebagaimana layaknya di dalam masyarakat dengan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang timpang. Banyak surat-surat pengaduan dari istri yang mengadukan suaminya yang memaksa dirinya menjadi pelacur demi kepentingan uang.

Dampak dari semua itu begitu banya penguguran kandungan, pembunuhan bayi, atau terlahirnya anak tak berdosa dengan predikat anak jadah atau anak haram. Pada masa itu begitu banyak pasangan hidup secara kumpul kebo.

Banyak para orang tua pribumi yang kehilangan anak gadisnya. Mereka diambil paksa dengan atau tanpa sepengetahuan orang tuanya. Pertama mereka diperiksa gigi dan badannya. Jika dianggap sehat mereka dibersihkan, dimandikan berkali-kali, dan diajari sopan santun Belanda. Satu orang pegawai Kompeni jarang yang hanya memiliki satu gundik. Rata-rata mereka memiliki beberapa gundik yang dipelihara.

Nasib para gadis dalam kehidupan Kompeni banyak yang mengenaskan. Sebuah kisah tragis dialami oleh gundik seorang pembesar Kompeni. Ia dituduh berselingkuh dengan laki-laki lain, maka hukumannya sangat mengerikan; ia disiksa, ditelanjangi, dan dipertontonkan di depan umum. Masih banyak lagi kisah tragis yang dialami para wanita malang ini, mereka dipaksa untuk jadi pemuas nafsu para laki laki yang menurut Leonard Blusse, memiliki kebiasaan hidup yang luar biasa tidak sehat. Oleh karena itu, hanya 30 % dari pegawai Kompeni yang dapat kembali ke negerinya. Disamping karena perang. Mereka umumnya sangat senang memperturutkan hati terutama dalam hal perempuan dan mengkonsumsi minuman keras.

Perlakuan buruk para lelaki Belanda ini pada dasarnya tidak saja menimpa perempuan pribumi, umumnya perempuan Belanda pun memiliki nasib yang kurang menguntungkan. Seperti yang kebanyakan berlaku di Eropa, hukum Belanda memberikan kekuasaan mutlak sang suami atas istrinya. Dalam hukum wanita memiliki kedudukan yang sangat rendah. istri tidak berhak secara hukum melakukan tindakan atas namanya sendiri. Aturan ini baru berakhir tahun 1956. Sebelumnya, tanpa adanya kewewnangan atau persetujuan suaminya, istri tidak boleh melakukan apapun atas harta dan piutang-piutangnya, demikian pula tidak dapat melakukan perjanjian apapun.

Program Kristenisasi
Nasib lain dari para perempuan pribumi adalah menghadapi pilihan yang sulit yaitu memasuki agama Kristen. Anak-anak dari ayah yang beragama Kristen harus dipermandikan, karena pemerintah Belanda menghendaki hal itu. Tetapi anak-anak tersebut hanya bisa dipermandikan jika ibu anak-anak itu pun masuk Kristen. Dengan demikian kristenisasi berlangsung secara tidak langsung

Banyak iming-iming keuntungan duniawi dari perpindahan agama menjadi umat Gereja Protestan tersebut. Pribumi yang sudah pindah agama ini akan menerima tunjangan uang. Keuntungan lain pemeluk agama Nasrani pribumi tidak dapat dijadikan sebagai budak. Peraturan yang kemudian berlaku bahwa hanya sesudah pindah agamalah perempuan pribumi bisa menikah dengan laki-laki Belanda dengan sah. Mereka kemudian didik sesuai cita rasa laki-laki Belanda.

Akhirnya diketahui juga bahwa banyak perempuan yang ikut dipermandikan itu hanya karena alasan agar bisa kawin atau dibebaskan dari perbudakan. Para perempuan ini disebut sebagai pendosa.Mereka dengan kasar diibaratkan "seperti babi-babi betina kotor, orang-orang ini akan kembali bergulung-gulung di Lumpur", atau " mutiara dilepar pada monyet, yang hanya akan diinjak-injaknya belaka" (Enklaar 1947)

Untuk selanjutnya dewan gereja sejak 1635 menetapkan bahwa para perempuan pribumi calon istri dari laki-laki Belanda ini harus hadir dalam pelajaran-pelajaran agama baik yang sudah dipermandikan atau pun yang belum. Hal ini dilakukan untuk mempelajari dasar-dasar agama Nasrani, supaya mereka tidak menjadi Kristen dalam sebutan saja melainkan sebenar-benarnya (Bouwstoffen I:227).

Perempuan-perempuan muda pribumi yang telah dibeli Kompeni untuk bersedia kawin pada pegawai Belanda ini, harus mengikuti kursus-kurus persiapan khusus setiap hari Mingu sore. Semua dilakukan dengan sungguh-sungguh bukan formalitas saja.

Banyak dari wanita muda ini yang tidak menyadari apa yang sesungguhnya dihadapi, bahwa sekali mereka menyatakan kesediaan kawin, mereka harus menerima konsekunsi semua itu. Dalam akta pada tahun 1620 an sering ditemukan catatan yang menyatakan adanya beberapa orang wanita yang berubah pikiran, dan ingin mencabut kembali perjanjian mereka hanya dalam beberapa hari menjelang upacara perkawinan dilangsungkan. Pengumuman perkawinan biasanya dilakukan beberapa minggu berturut-turut sebelumnya, oleh karena itu dewan gereja mengecam keras perubahan pendirian tersebut, akhirnya mereka pun tetap dipaksa kawin. Dengan cara tersebut, akhirnya gereja berhasil mngkristenkan pribumi, khususnya perempuan, dengan alasan menghapuskan pergundikan,.

Demikianlah selintas kita buka album masa lalu, yang menampakan potret buram perempuan selama masa penjajahan Belanda. Selain mereka hanya dijadikan objek pemuas nafsu, mereka juga sengaja dibodohkan dengan tidak diberi kesempatan mendapat pendidikan.

Semoga perjalanan wisata sejarah ini dapat menimbulkan kesadaran bahwa kita yang hidup di masa kemerdekaan ini bisa mensyukurinya dalam tindak nyata dan waspada pada bentuk penjajahan lain yang menindas kaum wanita.

Oleh : Arini

Ditulis Oleh : Beck Inspiration

Artikel Siapa yang menjajah Wanita Part 2 ? ini ditulis oleh Beck Inspiration pada hari April 09, 2013. Terimakasih atas kunjungan Anda pada blog ini. Kritik dan saran tentang Siapa yang menjajah Wanita Part 2 ? Dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar dibawah ini.

15 comments:

  1. makin mantap Ini Blognya bro... sudah Pr2 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam.
      Thank's Bang atas kunjungannya, dan terima kasih atas apresiasinya.
      Salam.

      Delete
  2. Yang menindas wanita adalah dirinya sendiri, di dukung oleh legitimasi budaya dan sejarah. Kalau wanita ingin bangkit dari penindasan ya harus dimulai dari dirinya sendiri,dan seharusnya di dukung oleh budaya. Begitu menurut saya mas Bakri....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam.
      Thank's atas kunjungannya !
      Apa yang di sajikan oleh penulis diatas memperlihatkan opini dan fakta dalam bentuk kronologis tentang nasib kaum wanita. tentunya bahwa ada suatu masa dimana kaum wanita di buatkan secara sadar batasan2 yang tak semestinya oleh kaum lelaki yang punya kuasa, sehingga terciptalah sistem yang sifatnya menindas dan mengebiri hak2 wwanita. sejak kedatangan Islam (setahu saya, hak-hak wanita mulai di tunaikan dan mereka di berikan kebebasan untuk berbuat/bertindak sesuai kodrat mereka, walaupun sebagaian orang tak memandang hal itu sebagai penghargaan atas hak kaum wanita (Isu Feminisme). Tapi sekarang semua telah terbuka/bebas, tak ada batasan2 yang sifatnya membelenggu, kalaupun ada, itu hanya tak memanfaatkan kondisi yang ada, atau membelenggu dirinya sendiri .
      Salam.

      Delete
    2. tetapi secara langsung sdah menganggap bahwa kristen itu memperbudak wanita, bang hati2 klau menulis artikel jgn sampai menimbulkan lagi perpecahan di negara kita. tulisan yg anda sebut fakta ini buat saya hanyalah bualan anda semata, tidak ada referensi yang benar. hanya menulis sumber (Enklaar 1947), di buku apa gan ?? haduhh..,

      sepertinya tulisan artikel dari komentar anda ini hanyalah untuk memperlihatkan bahwa agama kristen itu buruk. padahal di Negara kita tercinta ini masih berlandaskan pada PANCASILA, khususnya sila 1 ketuhanan yang maha esa., kita diberikan kebebasan untuk memilih agama. Jadi jgn sekali-sekali anda memberikan perbandingan suatu agama dengan sumber referensi yang sangat sedikit. yang kemudian akan embali menyebabkan perpecahan di negara terccinta kita ini.

      jujur saya sangat kecewa dengan artikel ini, harusnya kita bisa saling bisa menghargai agama yang lain., kami tahu islam itu mayoritas di indonesia dan kami selalu menghargainya.

      akhir kata kita maaf jika komentar saya ini agak menyimpang dari judul artikel ini tapi apa boleh buat sementara dari isi artikel dan komentar anda (ahmad bakri) membuat saya mengomentarinya. Terimakasih

      Delete
  3. Wuiss Mantap tenan Gan artikelnya

    ReplyDelete
  4. mantap susunan bahasa artikelnya rapih amat om,

    ReplyDelete
  5. Saat melihat artikel ini saya terinspirasi untuk membuat postingan yang bermanfaat.

    ReplyDelete
  6. btw template blognya bagus mas, saya suka

    ReplyDelete
  7. semoga kaum perempuan khususny d indonesia dapat selalu terangkt derajtny :)

    ReplyDelete
  8. great post

    regards

    http://www.toyingoa.com

    ReplyDelete
  9. wanita oh wanita...

    ReplyDelete
  10. hidup wanita...

    ReplyDelete

Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)


Tinggal Jejak Di Sini atau di kotak Komentar..!!

KOMPAStekno

Jaringan Pertemanan

inet.detik