August 03, 2012

Apakah minoritas di Indonesia terdiskriminasi..??

Negara kita negara hukum, yang seharusnya menegakkan   aturan  dan sanksi yang tegas pada setiap pelanggar hukum, bukan pilih kasih, karena  semua warga Negara  sederajat dan sama di depan hukum, dan undang-undang sudah sangat jelas mengaturnya. Negara yang menerapkan hukum sebagai panglima, maka warganya akan mendapat keadilan dan haknya. Logika hukum menyatakan bahwa setiap pelanggar akan mendapat sanksi yang  sesuai/setimpal dengan pelanggarannya. Tapia apa  yang terjadi disini, hukum menjadi pilihan kedua dan
menempatkan politik sebagai panglima, dimana politik begitu gmpang terjebak dengan berbagai kepentingan. Hukum disini menjadi milik dan di kendalikan segerombolan bandit-bandit politik yang rakus, yang selalu mencari celah-celah kelemahan hukum dan penegak hukum, sehingga ruang publik kita sangat jarang menemukan kebenaran, kecuali kebenaran yang telah  termanipulasi.

Berulangkali kita mendengar bahwa banyaknya ketidakadilan yang terjadi di negeri ini, dimana hukum adalah second dan politiklah sebagai yang dominan yang dibeking oleh kapital yang melimpah. Karena para politikus berubah menjadi seorang kapitalis rakus yang hanya memanfaatkan masyarakat sebagai jalan dan alamat untuk meraih akumulasi kapital yang banyak. Itulah ironis Negara hukum dan demokrasi, yang segalanya di kembalikan kepada rakyat, tapi sayangnya hanya sebagai penggembira sekaligus korban dari demokrasi. Mereka hanya di perlukan jika sang calon penguasa/pemodal membutuhkan suaranya untuk meraih kursi kekuasaan.

Makanya berbicara tentang mayoritas-minoritas, saya jadi sangsi tentang apa yang kita maksud dengan mayotritas-minoritas di negeri ini. apakah akumulasi oleh banyaknya massa,  atau hanya kumpulan orang yang mampu menentukan segala hal, ketika di hubungkan proses ketidakadila dan diskriminasi, seperti  banyak orang sering menyebutnya, bahwa dimana ada Mayoritas maka disitu ada minoritas yang  akan tertindas dan dijadikan permainan.

Wacana mayoritas-minoritas seringkali dan hampir bisa dipastikan selalu dihubungkan dengan Suku, Agama dan Ras (SARA). Apakah memang begitu adanya, karena jika ada konflik antara suatu kelompok, pasti kita dengan cepat akan menyebut bahwa itu pasti dilakukan oleh mayoritas. Apakah cara berpikir seperti ini memag cocok, atau kita sudah terbiasa dengan maenstrem, bahwa yang besar akan mengusur yang kecil, tapi proposisi itu  tidak tepat bahkan bisa  sama sekali salah, pada situasi dan konteks tertentu, karena kita tak memperhatikan yang lain kecuali pada kuantitas (jumlah) bukan pada motif dan latar belakang terjadinya sebuah peristiwa/kejadian, sehingga wacana mayoritas-minoritas adalah dagangan yang begitu laku dan cepat tersaji kepublik.

Kalau kita mau jujur, minoritas-mayoritas dalam masyarakat Indonesia, adalah kelompok  yang terdiskriminasi dan terpinggirkan, yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, yang tidak punya akses pada kesehatan yang layak, yang tidak diperhatikan kesejahteraan, apakah mayoritas atu minoritas...?? wacana mayoritas-minoritas bagi saya sangat tidak relevan bila itu di hubungkan dengan kondisi Indonesia. lantas kalau begitu siapa yang melakukan diskriminasi, penindasan dan  pengabaian hak-hak sipil. Tentunya bukan mayoritas atou minoritas yang selalu kita pahami.

Secara pribadi saya menilai bahwa hampir setiap konflik SARA di Indonesia kental dengan nuansa politik, baik itu nasional atau lokal, yang sengaja di ciptakan untuk mendapatkan popularitas, kekuasaan dan materil. Karena konflik yang  melibatkan SARA sangat gampang untuk di sulut, karena ikatan primordial masih begitu kental dimasyarakat kita, sehingga bila kita mendapatkan situasi seperti itu, seharusnya menyadarkan kita bahwa begitu gampangnya kita dimanfaatkan oleh orang-orang punya kekuasaan, dan mereka entengnya menikmati setiap pertikaian dan kesengsaraan kita.

Para penguasa adalah minoritas yang punya kekauatan, dan kemampuan yang sering kali tidak kita sadari,  ang memecah belah demi kepentingan ekonomi politik yang terkooptasi oleh kepentingan kekuasaan, modal, sehingga ruang publik menjadi ajang merebut pengaruh. Kita adalah mayoritas yang diam yang sesungguhnya bisa melakukan perubahan, jika dari awal atau sekarang kita menyadarinya, karena jika, tidak kita akan terus menjadi mangsa sekaligus alamat disaat mereka memerlukan kita untuk menuju mencapai  kekuasaan.

Ditulis Oleh : Beck Inspiration

Artikel Apakah minoritas di Indonesia terdiskriminasi..?? ini ditulis oleh Beck Inspiration pada hari August 03, 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda pada blog ini. Kritik dan saran tentang Apakah minoritas di Indonesia terdiskriminasi..?? Dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar dibawah ini.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih untuk teman blogger yang sudah sudi berkomentar di Blog ini :)


Tinggal Jejak Di Sini atau di kotak Komentar..!!

KOMPAStekno

Jaringan Pertemanan

inet.detik